Info

Pemerintah Sedang Susun Kebijakan untuk Selamatkan Industri Tekstil

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, pemerintah akan melakukan proteksi terhadap industri tekstil tanah air dari gempuran produk impor.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan usai melakukan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, serta Kementerian/Lembaga lain, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/6).

“Barusan rapat itu mengenai keluhan dari pelaku industri tekstil yang beberapa pabriknya tutup, dan ada beberapa yang terancam PHK massal,” ungkap Zulkifli.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam konferensi pers di kantor Kementerian Perdagangan di Jakarta, 27 September 2023.

Dari hasil rapat tersebut, katanya, telah disepakati pemberlakuan instrumen pajak atas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), pakaian jadi, elektronik, alas kaki, keramik impor. Produk-produk impor itu yang akan dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Kebijakan ini, menurut Zulkifli, diyakini bisa menyelamatkan industri tekstil dalam jangka pendek.

“Nanti saya akan rapat dengan menkeu, kalau besok itu selesai, berarti tiga hari kemudian pengenaan bea masuk, BMPT dan anti dumpling itu bisa selesai,” ungkapnya.

Kedua kebijakan tersebut diyakini dapat melindungi industri dalam negeri dari ancaman kerugian karena adanya lonjakan produk impor.

Sementara itu, sebagai upaya proteksi terhadap industri tekstil dalam jangka panjang pihaknya juga akan mengubah aturan impor Permendag Nomor 7 tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor yang merupakan revisi dari aturan-aturan impor sebelumnya – Permendag nomor 36 tahun 2023 dan Permendag nomor 25 tahun 2022.

Nantinya, kebijakan tersebut akan dikembalikan pada aturan sebelumnya yakni Permendag nomor 8 tahun 2024 tentang perubahan ketiga atas Permendag nomor 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Sementara untuk perumusan, melindungi jangka panjang, sesuai usulan Menteri Perindustrian, apakah balik ke Permendag 8 atau menyusun aturan baru, nanti kami akan berunding lebih lanjut,” tegasnya.

FILE - Seorang pekerja tengah menjahit celana panjang di PT Trisula Garmindo Manufacturing di Bandung, provinsi Jawa Barat, 17 September 2013. (REUTERS/Beawiharta)

FILE – Seorang pekerja tengah menjahit celana panjang di PT Trisula Garmindo Manufacturing di Bandung, provinsi Jawa Barat, 17 September 2013. (REUTERS/Beawiharta)

Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menyambut baik penerapan BMTP dan BMAD) atas produk tekstil impor. Namun, katanya, kebijakan tersebut perlu dirinci lebih dalam lagi apakah berlaku bagi bahan baku impor atau untuk produk setengah jadi dan produk jadi tekstil impor.

“Itu langkah positif, tetapi saya belum melihat apakah itu untuk bahan baku utama impor, atau produk final. Tetapi kalau produk final saya setuju, tetapi kalau bahan baku impor utama tekstil, misalnya, kita kita tidak punya kapas. Kalau kapas dikenakan maka sama saja, jadinya mahal. Kita tidak punya daya saing,” ungkap Tauhid saat berbincang dengan BuzzFeed.co.id.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. (Foto: dokumentasi Tauhid A)

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. (Foto: dokumentasi Tauhid A)

Lebih lanjut, Tauhid mengungkapkan proteksi dari sisi kebijakan non tarif juga perlu dilakukan. “Banyak industri tekstil kita mati gara-gara kalah bersaing karena teknologi, sehingga tidak efisien. Saya kira harus ada dukungan pembiayaan seperti suku bunga yang di bawah harga pasar agar industri tekstil mendapatkan skema pembiayaan untuk beli teknologi. kalau itu tidak dilakukan ya tidak bisa, karena itu kan di hilir, tetapi di hulunya juga harus dibenerin,” jelasnya.

Tauhid menegaskan bahwa industri tekstil merupakan salah satu industri yang padat tenaga kerja. Menurutnya, pemerintah harus menyelesaikan persoalan tenaga kerja ini mengingat banyak industri tekstil yang tidak kuat lagi menopang biaya produksi, khususnya tenaga kerja. Bahkan, katanya, untuk sekedar relokasi ke wilayah yang upah tenaga kerjanya rendah pun sudah tidak mampu.

“Banyak yang tidak bisa pindah ke daerah-daerah Jateng atau daerah lain yang upahnya rendah karena biaya investasi mereka untuk lahan, teknologi, ditempat baru tidak punya, sementara kalau bertahan di Jabodetabek tidak bisa bersaing karena harga upahnya relatif mahal. Itu yang harusnya dibantu pemerintah dengan relokasi ke daerah lain, yang struktur biaya tenaga kerjanya lebih murah, apakah misalnya menyiapkan daerah kawasan industri di Jateng, Jatim yang struktur upahnya bisa lebih rendah sehingga mereka bisa bersaing,” pungkasnya. [gi/ab]

Sumber Berita

Apa Reaksimu?

Lainnya Dari BuzzFeed