Setelah Presiden Donald Trump dilantik, Senat Amerika Serikat pada Senin (20/1) meloloskan rancangan undang-undang yang mengharuskan otoritas federal untuk menahan migran yang dituduh melakukan pencurian dan kejahatan kekerasan. RUU tersebut menjadi legislasi pertama yang kemungkinan akan Trump tandatangani menjadi undang-undang dan meningkatkan legitimasi rencananya untuk mendeportasi jutaan migran.
Trump telah menjadikan tindakan keras terhadap imigrasi ilegal sebagai prioritas utamanya, dan Kongres AS, dengan Partai Republik yang memegang kendali ditambah dengan suara dari beberapa Demokrat, menunjukkan bahwa mereka siap untuk mengikutinya. RUU tersebut disahkan dengan suara 64 mendukung berbanding 35 menolak, dengan 12 Demokrat bergabung dengan suara Republik yang mendukung.
Pengesahan Undang-undang Laken Riley merupakan tanda bagaimana Kongres telah bergeser tajam ke arah kanan dalam hal keamanan perbatasan dan imigrasi. Nama undang-undang itu diambil dari nama seorang mahasiswa keperawatan Georgia yang dibunuh oleh seorang pria Venezuela tahun lalu dan kasus tersebut telah meningkatkan dukungan bagi kampanye Trump untuk merebut kembali Gedung Putih. Pengesahan undang-undang tersebut terjadi beberapa menit sebelum Trump menandatangani perintah eksekutif pertamanya.
Trump mengakhiri banyak program imigrasi dan perbatasan yang diterapkan mantan Presiden Joe Biden, menjauhkan AS dari upaya Partai Demokrat untuk menerapkan kebijakan imigrasi yang lebih manusiawi pada saat jumlah orang yang tiba di perbatasan dengan Meksiko mencapai rekor.
Tindakan cepat mengenai kebijakan imigrasi adalah bukti bagaimana Demokrat tidak lagi menolak beberapa usulan penegakan hukum yang ketat.
RUU tersebut lolos dari pemungutan suara prosedural utama di Senat pekan lalu juga dengan dukungan dari Partai Demokrat, dan legislasi serupa memperoleh dukungan dari 48 anggota Partai Demokrat di DPR awal bulan ini.
DPR yang dikendalikan Republik meloloskan versi RUU tersebut tetapi masih perlu mengambil perubahan yang dibuat di Senat. Senat memperluas UU tersebut untuk menargetkan imigran yang menyerang polisi atau dituduh melakukan kejahatan yang membunuh atau melukai parah seseorang.
Undang-undang tersebut akan mengharuskan otoritas federal untuk menahan migran yang dituduh melakukan kejahatan, termasuk mengutil, dan akan memberikan negara bagian kedudukan hukum baru untuk menentang keputusan imigrasi federal, termasuk oleh hakim imigrasi.
Pengkritik RUU tersebut mengatakan ketentuan itu akan membuka pintu bagi jaksa agung negara bagian dari Partai Republik untuk melancarkan pertempuran hukum terhadap keputusan imigrasi federal, yang akan semakin menyuntikkan ketidakpastian dan keberpihakan ke dalam kebijakan imigrasi.
Mendeportasi jutaan migran atau menegakkan UU Laken Riley sebagian besar akan bergantung pada kemampuan Kongres untuk mengalokasikan sekitar $100 miliar yang diusulkan Partai Republik untuk keamanan perbatasan dan penegakan imigrasi. Partai Republik sedang berdebat tentang cara menyetujui uang tersebut melalui proses yang dikenal sebagai rekonsiliasi anggaran yang akan memungkinkan mereka untuk meloloskannya melalui Kongres hanya dengan suara partai.
Hal itu tidak akan mudah di DPR, di mana Partai Republik memegang mayoritas hanya dengan selisih beberapa kursi. Mereka juga akan menghadapi tekanan kuat untuk menyeimbangkan janji mereka untuk mengendalikan defisit anggaran dan kekhawatiran tentang dampak ekonomi, serta kemanusiaan, dari deportasi massal.
Saat ini, UU Laken Riley tidak memiliki dana yang menyertainya, tetapi para Demokrat di Komite Alokasi memperkirakan RUU tersebut akan menelan biaya $83 miliar selama tiga tahun mendatang, menurut memo yang diperoleh kantor berita Associated Press. Menurut memo tersebut, Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS memperkirakan perlu menambah hampir tiga kali lipat jumlah tempat tidur penahanan dan melakukan lebih dari 80 penerbangan pemindahan per minggu untuk menerapkan persyaratan tersebut. [uh/ab]