Sejarah Bagel, Roti Klasik Khas New York yang Kian Berevolusi

Asal mula kapan munculnya bagel masih diperdebatkan. Namun, para sejarawan sepakat bahwa roti tersebut pertama kali hadir di New York pada akhir abad ke-19. Bagel semakin populer di Lower East Side, Manhattan, wilayah yang dihuni oleh imigran Yahudi dari Polandia.

Menurut buku Maria Balinksa, berjudul “The Bagel: The Surprising History of a Modest Bread”, sejak 1900 telah terdapat 70 toko bagel di Kota New York. Sayangnya, kondisi kerja di industri pembuatan bagel sangatlah buruk.

Balinksa menceritakan bagaimana aksi mogok para pembuat roti pada 1909 berhasil meningkatkan upah dan memperbaiki kondisi kerja mereka. Aksi itu pun mendorong perluasan gerakan buruh pembuat roti pada awal abad ke-20.

Ashley Dikos, istri Andrew Martinez pemilik toko Bo’s Bagels, menunjukkan roti lapis bagel berisi krim keju dan salmon, di toko Bo’s Bagels di New York, 12 Juli 2023. (Foto: Yuki Iwamura/AFP)

Bagel umumnya dijadikan sebagai bahan sandwich, atau roti lapis. Jenis roti lapis yang paling ikonik adalah bagel dengan krim keju dan lox, atau salmon yang diawetkan dengan cara direndam dalam larutan garam. Roti lapis itu mulai dikenal di New York pada periode antara Perang Dunia I dan II, dan semakin populer pada masa kejayaan “delicatessen” atau deli, alias toko makanan eceran Yahudi di New York.

Balinska mencatat tahun 1960-an sebagai periode saat bagel mencapai popularitas yang lebih luas di luar komunitas Yahudi.

Inovasi-inovasi yang muncul saat itu, seperti oven putar, memungkinkan para pembuat roti meningkatkan produksi bagel. Toko-toko bagel pun mulai mempromosikan “bagel hangat” ke para konsumen, karena bagel sebelumnya dijual secara grosiran.

Tokoh kunci yang kian mempopulerkan bagel di AS adalah Lender bersaudara, yang berhasil memasarkan bagel beku secara massal pada tahun 1960-an, dan mengembangkan produk mereka secara nasional pada 1977.

Semakin pesatnya budaya kuliner membuat variasi roti lapis bagel semakin beragam dan menjadikan bagel tradisional dengan isian lox terdengar biasa saja pada abad ke-21 ini. Variasi rasa bagel baru dan “nyentrik” kini hadir di berbagai toko bagel, mulai dari french toast, keju cheddar dan jalapeno, bluberi, alpukat dan bawang putih, hingga krim keju red velvet.

Andrew Martinez sedang membuat bagel di tokonya Bo's Bagels di New York, 12 Juli 2023. (Foto: Yuki Iwamura/AFP)

Andrew Martinez sedang membuat bagel di tokonya Bo’s Bagels di New York, 12 Juli 2023. (Foto: Yuki Iwamura/AFP)

Molly Messenger, salah seorang wisatawan New York asal San Francisco di Pantai Barat Amerika Serikat, merasakan perbedaan antara bagel asal daerahnya dan bagel dari Pantai Barat, di mana New York berada.

“Sudah banyak yang tahu bahwa bagel dari Pantai Timur itu enak. Kami juga punya bagel enak di Pantai Barat, tapi tidak mudah mencarinya karena bagel yang enak tidak ada di setiap sudut kota. Bagel di sini lebih padat, sedangkan di Pantai Barat lebih empuk,” kata Molly.

Kini, para pembuat roti mulai melapisi bagel dengan berbagai pugas atau topping, termasuk garam, biji wijen, biji poppy atau kaskas, bawang merah, dan bawang putih.

Bo’s Bagel adalah salah satu toko penjual bagel di West Harlem. Toko itu menyediakan bagel dengan taburan “everything bagel”, yang merupakan gabungan dari semua taburan bagel. Menurut pemilik toko Bo’s, Andrew Martinez, mereka menjual lebih banyak bagel dengan taburan itu dibandingkan dengan variasi taburan lainnya.

Andrew dan istrinya, Ashley Dikos, disebut-sebut sebagai salah satu produsen bagel terbaik. Andrew ahli dalam mengolah resep aslinya, sedangkan Ashley bereksperimen dengan pilihan menu lain, seperti kismis dan kayu manis. Bisnis mereka yang berawal dari katering kecil kemudian berkembang menjadi kios di pasar tani, dan kini menjadi toko di salah satu sudut jalan di West Harlem.

Toko Bo’s, yang mendapatkan berbagai komentar positif di situs kuliner Food & Wine dan Eater, memproduksi tiga ribu bagel setiap harinya. Bo’s juga akan membuka cabang di Washington Heights dan berencana membuka cabang lainnya di luar New York.

“Sama seperti di wilayah-wilayah lainnya, New York memiliki keunikan dan cita rasa tersendiri. Butuh banyak kesabaran untuk melakukan apapun di sini, dan selalu ada tantangan dalam mengelola sesuatu. Saya pikir itulah alasan mengapa makanan-makanan New York sangat enak, karena Anda harus pintar mengolahnya. Jika tidak, (usaha) Anda tidak akan bertahan,” ujar Andrew. (br/lt)

Sumber Berita

Pos terkait