Rusia Genjot Produksi Artileri, tetapi Masih Belum Memadai

Rusia diperkirakan dapat meningkatkan produksi artileri dalam beberapa tahun ke depan menjadi sekitar 2 juta peluru per tahun, sekitar dua kali lipat dari perkiraan Barat sebelumnya. Namun, angka tersebut masih jauh dari kebutuhan perang Moskow di Ukraina, kata seorang pejabat Barat pada Jumat (8/9).

Pejabat tersebut, yang berbicara tanpa menyebut nama, memperkirakan Rusia menembakkan antara 10 juta hingga 11 juta peluru di Ukraina pada tahun lalu. Moskow melancarkan invasi pada Februari 2022.

“Itulah masalah yang mereka hadapi,” kata pejabat tersebut kepada sekelompok kecil wartawan.

“Jika Anda telah menghabiskan 10 juta peluru tahun lalu dan Anda sedang berada di tengah pertempuran dan hanya bisa memproduksi 1 hingga 2 juta peluru setahun, saya rasa itu bukan posisi yang sangat kuat.”

Seorang perempuan memegang pecahan peluru berdiri di reruntuhan rumah tempat berlindung prajurit Ukraina yang hancur akibat serangan roket S-300 Rusia, di Kupiansk, Ukraina, Senin, 20 Februari 2023. (Foto: AP)

Investasi Rusia lainnya dalam sektor pertahanannya juga dapat memungkinkan Moskow untuk memproduksi sekitar 200 tank setahun, dua kali lipat dari perkiraan Barat sebelumnya, kata pejabat tersebut.

“Ketika Anda kehilangan 2.000 tank, Anda butuh satu dekade sebelum Anda kembali ke titik awal,” kata pejabat tersebut, menambahkan bahwa Rusia juga kehilangan 4.000 kendaraan tempur berlapis baja, lebih dari 100 pesawat, dan menderita 270.000 korban dalam konflik tersebut, termasuk baik pasukan yang tewas maupun terluka.

Kedutaan Rusia di Washington tidak segera merespons permintaan untuk komentar.

Pada Mei, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan produksi senjata dan pasokan senjata ke garis depan di Ukraina akan menjadi kunci kesuksesan apa yang Moskow sebut sebagai “operasi militer khusus”nya.

Pada Juli, Shoigu mengunjungi Korea Utara. Gedung Putih mengatakan Rusia saat ini sedang mencari bantuan dari Korea Utara untuk membantu mengisi kembali stok senjatanya, dan menambahkan bahwa negosiasi senjata antara Moskow dan Pyongyang secara aktif mengalami kemajuan.

Pejabat Barat tersebut mengatakan bahwa perundingan itu kemungkinan besar bertujuan untuk mengamankan artileri dan menunjukkan keputusasaan Moskow terhadap Ukraina.

“Pemerintah harus meminta bantuan mitra-mitra yang meragukan ini untuk mendukung invasi besar-besaran mereka ke Ukraina. Dan hal ini akan memakan banyak biaya karena Korea Utara akan memberikan banyak keuntungan,” kata pejabat itu.

Pejabat itu mengatakan perekonomian Rusia sendiri berada di bawah tekanan karena Moskow mengalihkan sumber dayanya ke Ukraina, meningkatkan belanja pertahanan dan mengurangi “belanja untuk hal-hal lain.”

“Hal ini kemudian memicu risiko kerusuhan sosial dengan latar belakang politik yang rapuh,” kata pejabat tersebut.

Pernyataan tentang ketegangan di Rusia ini muncul ketika beberapa calon presiden AS dari Partai Republik mempertanyakan bantuan Amerika ke Ukraina, sehingga memicu kekhawatiran mengenai apakah Washington akan mempertahankan dukungannya setelah kampanye pemilu 2024 semakin intensif.

Pemerintah AS telah memberikan lebih dari $43 miliar persenjataan dan bantuan militer lainnya ke Ukraina sejak invasi Rusia dimulai tahun lalu. [ah/ft]

Sumber Berita

Pos terkait