Bantahan tersebut disampaikan oleh Prabowo dalam acara Puncak Perayaan Natal di Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (28/12).
“Ada yang mengatakan Prabowo mau memaafkan koruptor. Bukan begitu. Kalau koruptornya sudah tobat, bagaimana tokoh-tokoh agama? Iya kan? Orang bertobat, tapi kembalikan dong yang kau curi. Enak saja, sudah nyolong, (bilang) aku bertobat (tapi). Yang kau curi kau kembalikan, “ ungkapnya.
Prabowo menginginkan para koruptor tersebut segera sadar dan bertobat. Namun, katanya, bukan berarti pernyataan tersebut bisa dimaknai bahwa pemerintahan yang dipimpinnya bersedia memaafkan koruptor.
“Bukan saya maafkan koruptor, tidak. Saya mau sadarkan mereka yang sudah terlanjur dulu berbuat dosa, ya bertobatlah itu kan ajaran agama. Bertobatlah kasihan rakyat, kembalikan uang itu sebelum kita cari hartamu kemana pun kita akan cari, “ tegasnya.
Prabowo sekali lagi menegaskan komitmennya untuk memimpin suatu pemerintahan yang bersih demi menjaga seluruh kepentingan masyarakat Indonesia.
“Tidak ada niat sedikitpun untuk kami mempersulit kehidupan rakyat di Indonesia. Saya sungguh-sungguh bertekad, bahwa sumpah yang saya ucapkan pada tanggal 20 Oktober di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, di hadapan seluruh rakyat Indonesia, dan yang lebih penting di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjalankan Undang-Undang Dasar, dan menjalankan segala Undang-Undang dan Peraturan Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.
Meskipun banyak tantangan di masa yang akan datang, Prabowo tetap optimis dia dan jajaran pemerintahnya akan mampu memperbaiki bangsa Indonesia salah satunya dengan melakukan pemberantasan korupsi dan manipulasi.
“Kita harus berani menghadapi mereka-mereka yang memilih jalan di atas jalan yang tidak benar. Jalan menipu rakyat, jalan korupsi, jalan nyelundup, jalan manipulasi, jalan enggak mau bayar pajak. Jalan sudah diberi segala macam oleh Yang Maha Kuasa, segala macam diberi fasilitas, diberi kebaikan, masih serakah. Ya ini tantangan kita bersama dan kita akan atasi itu semua. Saya sangat optimis,” tuturnya.
Prabowo juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu dan bekerja sama dalam membangun negara yang lebih baik, utamanya dalam mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi dan ketidakadilan.
“Saya akan berjuang menjaga segala kekayaan Indonesia. Saya katakan kepada semua pihak yang mau membela rakyat, yang mau menegakkan kebenaran, yang mau menegakkan hukum, yang mau hilangkan manipulasi dan korupsi, ayo bersatu bersama kita. Rakyat menuntut pemerintahan yang bersih,” lanjutnya.
Sebelumnya, Prabowo sempat mengatakan akan memberikan kesempatan koruptor untuk bertobat dan memaafkannya selama mereka mengembalikan hasil curiannya kepada negara.
Hal itu disampaikan oleh Prabowo di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir pekan lalu yang cukup menyita perhatian publik dan mempertanyakan kembali komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi.
“Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong,” kata Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir.
“Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya enggak ketahuan, mengembalikan lho ya, tapi kembalikan,” tambahnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya mengatakan pihaknya mendesak agar pemerintah berhenti melontarkan pernyataan yang tidak memiliki azas hukum yang jelas dan kontra produktif dengan semangat pemberantasan korupsi.
“Sebab, penyelesaian perkara di luar persidangan dalam tindak pidana korupsi jelas tidak dimungkinkan jika merujuk dalam Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi, dimana pengembalian uang tidak menghapus tindak pidana. Terlebih usulan konsep denda damai juga tidak akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku,” ungkap Diky lewat pesan singkatnya kepada VOA.
Dalam catatan ICW, kata Diky, vonis yang ringan menjadi penyebab utama korupsi selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya.
“Pada tahun 2023 saja, dari 898 terdakwa di tingkat pengadilan pertama, rata-rata vonis hanya 3 tahun 4 bulan,” jelasnya.
Maka dari itu, menurutnya, jika orientasj pemerintah hanya terletak pada pengembalian aset hasil korupsi, maka seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset.
“Dengan langkah konkrit mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR. Sebab, regulasi hukum yang ada saat ini, baik dari UU Tipikor maupun UU TPPU belum dipandang efektif untuk merampas aset koruptor,” pungkasnya. [gi/ab]