Melalui pidato di Facebook, yang ditonton puluhan ribu orang, Venancio Mondlane kembali menuntut penghitungan ulang suara pemilu 9 Oktober, yang telah dinyatakan oleh komisi pemilihan dimenangkan secara telak oleh partai Frelimo; partai yang telah berkuasa hampir 50 tahun.
“Kami kehilangan 50 orang yang ditembak oleh otoritas yang seharusnya melindungi mereka,” kata Mondlane, yang keberadaannya tidak diketahui. “Mereka mati sebagai martir revolusi, martir perubahan.”
Baik polisi maupun pemerintah belum mengkonfirmasi jumlah korban tewas.
Mengumumkan gelombang protes baru terhadap pemilu yang ia sebut curang, Mondlane mendesak para pendukungnya untuk mengenakan pakaian hitam selama tiga hari berkabung. Mereka sebaiknya tidak kembali ke jalan di mana mereka berisiko diserang oleh polisi, katanya.
“Ini adalah kesempatan unik dan bersejarah bagi kita untuk mengubah keadaan kacau negara kita,” kata pria berusia 50 tahun itu.
Peluru Tajam
Komisi pemilihan Mozambik mengatakan bahwa Mondlane dan partainya, Podemos, memenangkan 20 persen suara dibandingkan 71 persen untuk Daniel Chapo dari Frelimo.
Presiden Filipe Nyusi dijadwalkan menyerahkan jabatan kepada Chapo pada Januari jika Dewan Konstitusional mengkonfirmasi hasil tersebut.
Kelompok-kelompok HAM menuduh otoritas menggunakan peluru tajam terhadap demonstran dalam pemilu paling menegangkan di negara miskin itu sejak kemerdekaan dari Portugal pada 1975.
Menurut petugas HAM dari Pusat Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (CDD), Andre Mulungo, kepada kantor berita AFP, mereka mengetahui ada sebanyak 65 orang tewas.
“Polisi menggunakan peluru karet dan peluru tajam, termasuk gas air mata, dengan alasan bahwa mereka menjamin ketertiban umum,” kata Ivan Mausse, peneliti di LSM anti-korupsi lokal, Pusat Integritas Publik (CIP).
“Kami belum pernah memiliki pemilu setegang ini dalam konteks di mana tingkat informasi lebih tinggi, di mana kaum muda menyadari betapa berharganya suara mereka,” katanya kepada AFP.
Sebuah KTT luar biasa yang diadakan oleh Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC) pada hari Rabu (20/11) harus “mengambil tindakan konkret mengenai pelanggaran hak asasi manusia ini, termasuk menyerukan pelanggaran ini,” kata Wakil Direktur Amnesty International untuk Afrika Timur dan Selatan, Khanyo Farise.
Dalam pesan yang diunggah di Facebook, Mondlane juga mengimbau KTT SADC untuk “menuntut penghormatan terhadap kehendak elektoral, penghentian represi polisi, dan jaminan negara hukum demokratis di Mozambik”. [th/ab]