Otoritas Palestina pada Rabu (1/1) memerintahkan penangguhan siaran Al Jazeera, yang berkantor pusat di Qatar, di seluruh wilayah Palestina. Pihak otoritas menuduh jaringan tersebut menayangkan “konten yang menghasut,” lapor media resmi otoritas Palestina.
“Komite menteri khusus, yang terdiri dari kementerian kebudayaan, dalam negeri, dan komunikasi, telah memutuskan untuk menangguhkan siaran dan membekukan semua kegiatan saluran satelit Al Jazeera dan kantornya di Palestina,” kata kantor berita resmi Wafa.
“Keputusan tersebut juga mencakup pembekuan sementara aktivitas semua jurnalis, karyawan, kru, dan saluran afiliasi hingga status hukum mereka diperbaiki karena pelanggaran Al Jazeera terhadap hukum dan peraturan yang berlaku di Palestina,” kata laporan tersebut.
“Keputusan ini muncul sebagai tanggapan atas keputusan Al Jazeera untuk terus menyiarkan konten dan laporan yang menghasut yang dicirikan oleh disinformasi, hasutan, ajakan buruk, dan campur tangan dalam urusan internal Palestina,” tambahnya.
Seorang karyawan Al Jazeera yang dihubungi oleh AFP mengonfirmasi bahwa kantor jaringan tersebut di Ramallah telah menerima perintah penangguhan pada Rabu.
Kelompok militan Hamas mengutuk keputusan penangguhan tersebut.
“Keputusan ini selaras dengan serangkaian aksi sewenang-wenang yang diambil oleh pihak Otoritas untuk membatasi hak dan kebebasan publik, dan memperkuat cengkeraman keamanannya terhadap warga Palestina,” ujar Hamas dalam pernyataannya.
Ketegangan antara jaringan tersebut dan gerakan Fatah yang dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas, telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir, karena liputan saluran tersebut mengenai bentrokan antara pasukan keamanan Palestina dan pejuang perlawanan di Jenin.
Keputusan Otoritas Palestina yang berpusat di Ramallah tersebut muncul lebih dari tiga bulan setelah pasukan Israel menyerbu kantor jaringan tersebut di Ramallah.
Jaringan tersebut telah dilarang melakukan siaran dari Israel di tengah perseteruan yang telah berlangsung lama dengan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang semakin memburuk selama perang yang sedang berlangsung di Gaza. [ns/uh/rs]