Feed

Menag: Silahkan tokoh agama kritis dan jaga independensi agama



Saya tidak takut untuk menyampaikan prinsip ini, karena sejalan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Saya yakin apa yang saya sampaikan ini juga sejalan dengan harapan Presiden Prabowo yang sangat menghargai ulama dan tokoh agama.

Makassar (ANTARA) – Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar mempersilahkan tokoh agama kritis pada negara, namun tetap menjaga independensi agama agar dapat menjalankan fungsi kritisnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Jika kita ingin melihat agama bekerja dalam masyarakat, maka kita harus bertanggung jawab menjadikan agama itu independen. Apa maksudnya agama independen? Agama yang mampu menjalankan fungsi kritisnya,” ujar Menag kepada para tokoh lintas agama di Makassar, Jumat.

Dia mengatakan, jangan takut, bapak-ibu, agama apa pun itu, berikanlah fungsi kritisnya terhadap negara. Negara pun harus mendengarkan kritik dan masukan dari tokoh agama.

“Kita bukan negara Hegel, di mana negara dianggap di atas segalanya,” kata dia pada acara yang diselenggarakan di Asrama Haji Makassar.

Baca juga: Menag minta tokoh agama kritis tapi tidak mudah terprovokasi

Baca juga: Kemenag buka program PPG bagi 269 ribu guru mulai Maret 2025

Menag menekankan bahwa hubungan antara agama dan negara harus harmonis, tetapi tetap seimbang. Menurutnya, agama yang terlalu bergantung pada negara akan kehilangan kemampuan untuk memberikan kritik yang konstruktif.

“Ketika agama dan pemimpinnya terlalu bergantung pada pembiayaan negara, maka independensinya berkurang. Bagaimana agama bisa kritis jika ketergantungannya sepenuhnya kepada negara?” ucapnya.

Menag juga mengingatkan bahwa pemimpin agama tidak boleh menjadi subordinasi negara. Pemimpin agama dan pemerintah harus saling menghormati.

Dalam hal ini ulama memberi fatwa, bukan pemerintah. Itu bukan domain pemerintah. Pemerintah hanya perlu memfasilitasi umat beragama, bukan mendominasi agama.

Menag juga mengingatkan bahaya jika agama dijadikan alat legitimasi politik. Ia menilai bahwa agama yang digunakan untuk mendukung kepentingan politik tertentu akan kehilangan wibawanya di mata masyarakat.

Ketika agama tidak lagi mencerahkan masyarakat, terutama generasi muda, kata dia, maka mereka akan mulai meninggalkan agama.

Fenomena ini sudah terjadi di negara-negara Barat. Mereka percaya kepada Tuhan, tetapi tidak mau beragama. Ini disebabkan oleh agama yang terlalu sering menjadi alat legitimasi politik, sehingga kehilangan wibawa dan daya pencerahannya.

“Saya tidak takut untuk menyampaikan prinsip ini, karena sejalan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Saya yakin apa yang saya sampaikan ini juga sejalan dengan harapan Presiden Prabowo yang sangat menghargai ulama dan tokoh agama,” ungkap Menag.

Menag juga menyampaikan harapannya agar agama dan negara dapat berjalan paralel untuk membangun bangsa. “Kita tidak ingin agama maupun negara menjadi lemah. Keduanya harus sama-sama kuat, itulah Indonesia,” katanya.*

Baca juga: Menag tetapkan Kabupaten Wajo tuan rumah MQK 2025

Baca juga: Menag tekankan pentingnya efisensi dalam penggunaan biaya haji

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025



Source link

Apa Reaksimu?

Lainnya Dari BuzzFeed