Wali Kota New York dari Partai Demokrat Eric Adams mengumumkan bahwa tempat penampungan imigran di Lapangan Floyd Bennett akan ditutup pada tanggal 15 Januari. Tempat penampungan itu berada di taman nasional, di mana otoritas federal, bukan pejabat kota, memiliki yurisdiksi.
Kathryn Kliff, pengacara di organisasi Masyarakat Bantuan Hukum New York, mengatakan, “Kami mengkhawatirkan Floyd Bennett Field sejak hasil pemilu diketahui. Ini adalah satu-satunya tempat perlindungan imigran di wilayah federal, dan menurut kami ini berisiko.”
Dalam wawancara baru-baru ini, Presiden terpilih Trump telah mengisyaratkan bahwa ia akan memprioritaskan penegakan perbatasan dan imigrasi sejak awal pemerintahannya. Para pemimpin Partai Demokrat telah berupaya melindungi imigran ilegal sebelum ia menjabat.
Sementara itu, para imigran tanpa status hukum di tempat penampungan tersebut telah menyatakan keprihatinan mereka mengenai penegakan hukum yang lebih ketat di bawah pemerintahan baru.
Jose, imigran ilegal yang tinggal di tempat penampungan di Brooklyn tersebut bersama keluarganya, mengatakan, “Saya kira dia adalah orang yang mengatakan apa yang dia maksudkan dan menepati janjinya. Mari kita tunggu dan lihat apa yang terjadi…”
José mengatakan dia yakin tindakan segelintir orang secara tidak adil telah mencoreng reputasi semua imigran.
“Ada banyak imigran, seperti rekan-rekan saya, yang datang untuk melakukan kejahatan dan mencuri. Jadi terkadang hanya karena satu orang, semua orang menanggung akibatnya,” sebutnya.
José adalah bagian dari salah satu dari dua gelombang imigran terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Selama pemerintahan Biden, sekitar 8 juta imigran memasuki negara tersebut. Gelombang migran serupa terjadi pada awal tahun 1850-an, menurut analisis data pemerintah yang disimpan surat kabar New York Times.
Erin Corcoran, seorang pengajar di Universitas Notre Dame, mengatakan, “Saya pikir angka-angka yang kita lihat dalam beberapa tahun terakhir adalah angka yang bersejarah, angka terbesar yang pernah kita lihat dalam sejarah berdasarkan angka, bukan berdasarkan persentase.”
Menghadapi jumlah yang sangat besar ini, Wali Kota New York, Adams, mengadopsi pendekatan yang fleksibel. Baru-baru ini, ia bertemu dengan pejabat tertinggi urusan perbatasan (border czar) yang akan dilantik presiden terpilih untuk membahas situasi yang berkembang.
Adams mengatakan,“Pembicaraan saya hari ini dengan border czar adalah mencari tahu, bagaimana kita memburu orang-orang yang berulang kali melakukan kejahatan di kota kita. Kami akan memberitahu mereka yang ada di sini, yang taat hukum, untuk terus memanfaatkan layanan yang berhak mereka gunakan: pendidikan anak-anak, layanan kesehatan, perlindungan publik. Namun kita tidak akan menjadi tempat yang aman bagi mereka yang melakukan tindakan kekerasan.”
Erin Corcoran mengatakan, banyak dari tindakan yang diambil wali kota New York tersebut kemungkinan merupakan langkah strategis untuk mempertahankan kendali pemerintah setempat.
“Saya pikir salah satu perhitungannya adalah dia menyadari bahwa dia mungkin tidak bisa untuk menghentikan semua deportasi massal atau semua penggerebekan massal di kota New York. Namun jika dia terlihat mau bekerja sama, dia mungkin memiliki pengaruh untuk menentukan bagaimana penggerebekan tersebut dapat diprioritaskan, atau komunitas apa yang mungkin dilindungi,” jelasnya.
Seberapa efektif upaya para pemimpin di negara-negara bagian yang dikuasai Partai Demokrat mengantisipasi deportasi massal? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. [ab/ka]