AS telah memindahkan dua warga Malaysia yang ditahan dalam penjara militer AS Teluk Guantanamo ke negara asal mereka, setelah mereka mengaku bersalah atas dakwaan terkait pengeboman mematikan pada 2002 di Bali. Keduanya juga setuju untuk bersaksi melawan terduga dalang serangan itu dan serangan lainnya, kata Pentagon pada Rabu (18/12).
Jaksa mengatakan Mohammed Farik bin Amin dan Mohammed Nazir bin Lep bekerja selama bertahun-tahun dengan Encep Nurjaman, yang dikenal sebagai Hambali, warga Indonesia yang mengetuai afiliasi al-Qaeda, Jemaah Islamiyah. Keduanya juga membantu Nurjaman melarikan diri setelah pengeboman pada 12 Oktober 2002. Serangan bom itu menewaskan 202 orang di dua tempat hiburan malam di Bali, kata pejabat AS.
Kedua orang itu mengaku bersalah atas konspirasi dan dakwaan lain pada Januari. Pemindahan mereka dilakukan setelah memberi kesaksian yang akan digunakan jaksa untuk melawan Nurjaman, kata Pentagon dalam sebuah pernyataan.
Nurjaman ditahan di Guantanamo sambil menunggu dimulainya kembali sidang praperadilan pada Januari, terkait pengeboman Bali dan serangan lainnya.
Dengan dipindahkannya kedua warga Malaysia tersebut, tersisa 27 tahanan di pangkalan angkatan laut AS di Teluk Guantanamo. Mantan Presiden George W. Bush mendirikan pengadilan militer dan penjara itu setelah serangan al-Qaeda pada 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Pada puncaknya, Guantanamo menahan ratusan orang, umumnya Muslim, dalam Perang Global Melawan Teroris yang dipimpin AS setelah serangan tersebut.
Hanya dua dari para tahanan Guantanamo yang menjalani masa hukuman. Penuntutan AS terhadap tujuh lainnya yang sedang menghadapi dakwaan telah diperlambat oleh hambatan hukum — termasuk yang timbul pasca penyiksaan terhadap para tahanan itu pada tahun-tahun pertama mereka ditahan CIA — dan kesulitan logistik.
Sebelumnya pada Selasa, otoritas AS juga memulangkan seorang pria Kenya, Mohammed Abdul Malik Bajabu, setelah 17 tahun ditahan di Guantanamo tanpa dakwaan.
Tinggal 15 tahanan lagi yang tak pernah didakwa dan menunggu untuk dibebaskan. AS sedang mencari negara yang cocok dan stabil yang bersedia menerima mereka. Banyak dari mereka berasal dari Yaman, negara yang terpecah karena perang dan didominasi kelompok militan yang bersekutu dengan Iran.
Amnesty International mendesak Presiden Joe Biden menutup penjara bagi mereka yang tidak pernah didakwa, sebelum lengser. Jika tidak, organisasi HAM itu mengatakan dalam pernyataan, “Ia (Biden) akan terus bertanggung jawab atas praktik penahanan tanpa batas waktu yang menjijikkan tanpa dakwaan atau pengadilan oleh pemerintah AS.” [ka/jm]